Tidak jauh dari
pelabuhan speed Bulungan,
dengan waktu tempuh +/- setengah jam, setelah melintas Ibukota
Tanjung Selor dan melewati
jembatan Sungai Kayan, terdapat gapura bertuliskan “Selamat Datang Di
Desa Bumi Rahayu”. Satu kilometer dari
gapura disebelah kiri berdiri area
Kantor Desa Bumi Rahayu. Jalannya beraspal dan elektrifikasi sudah 100%.
“Saya heran, kenapa desa kami disebut desa
tertinggal,” ujar Kepala Desa Bumi Rahayu. Keheranan ini yang
membuat penasaran. Dari dimensi ekologi, desa Bumi Rahayu memang tidak
mengalami pencemaran baik air, tanah dan udara. Juga tidak ada limbah sungai.
Memasuki Desa Rahayu memang tertata dan banyak pepohonan di sepanjang jalan.
Bahkan untuk urusan arena merokok, desa Bumi Rahayu membuat arenanya. Selain
itu, desa ini tidak pernah mengalami bencana alam. Dari dimensi ekologi memang Bumi Rahayu
memiliki skor yang relatif tinggi. Sayangnya, upaya untuk waspada terhadap
bencana belum tersedia. Sebut saja tanda
tanda titik kumpul atau jalur evakuasi yang belum ada. Atau
informasi/komunikasi tradisional seperti
kentungan, tidak ada. Tampaknya langkah langkah ini yang belum dilakukan.
Sayang kegiatan produksi itu belum diorganisir. Masih rencana melalui BUMDES, jelas Ketua BUMDES Bumi Rahayu. Juga kendati mesti bisa komunikasi dengan seluler, akses internet masih lemah. Jadi, ini mengapa BUMI RAHAYU masih pada posisi tertinggal. Sedikit saja tindakan, status desa akan meningkat berkembang dan bahkan maju. Bergerak terus Bumi Rahayu !***